jWySnXSOiSNp62TYu6mfgWzHJ85FbojSrxRGMNPP
Favorit

Ada Waktu di Mana Diam Adalah Cara Paling Sopan Buat Bertahan

Ada waktu di mana diam jadi pilihan paling sopan untuk bertahan. Refleksi pribadi tentang menerima, meredam, dan menjaga diri saat hidup terasa bising

Ada momen-momen tertentu dalam hidup ketika kita nggak lagi punya energi buat menjelaskan, membela diri, atau membuktikan apa pun.

Bukan karena kalah, bukan karena nggak berani, tapi semata-mata karena hati rasanya udah cukup penuh.

Di titik itu, diam bukan tanda lemah, diam adalah cara paling sopan buat bertahan.

Aku pernah berada di situasi di mana rasanya semua orang ngomong, tapi nggak ada yang benar-benar mendengar.

Semua sibuk dengan opininya, sibuk dengan tafsirnya sendiri, sibuk dengan pemahamannya terhadap hidupku, yang bahkan mereka cuma lihat dari permukaan.

Aku pengen ngejelasin, tapi setiap kali mau buka mulut, ada dorongan halus di hati: “Nggak semua hal harus kamu lawan.”

Dan aku baru sadar, kadang diam itu bukan bentuk menyerah.

Diam itu batas. Batas buat bilang ke diri sendiri: cukup, kamu nggak perlu capek-capek menjelaskan hal yang orang udah putuskan buat nggak mengerti.

Kadang Diam Itu Bentuk Perlindungan

Ada kalanya diam itu kayak hoodie yang kita tarik sampai nutup kepala: bukan karena takut, tapi karena butuh ruang buat napas.

Kita diam bukan karena kehabisan kata, tapi karena sadar kalau kata apa pun yang kita keluarkan bakal masuk ke telinga yang salah.

Perlindungan diri itu nggak selalu harus terlihat gagah.

Ada perlindungan yang bentuknya sederhana: memilih untuk nggak ikut ribut.

Memilih untuk nggak menyulut api. Memilih untuk nggak menambah luka dengan memaksa penjelasan.

Kadang, dengan diam, kita menahan diri dari hal-hal yang bikin keadaan makin kusut.

Kita berhenti menuntut orang lain memahami kita.

Kita berhenti berharap diterima.

Kita cukup bilang dalam hati, “Ini semua sementara.

Yang penting aku baik-baik dulu.”

Bukan Semua Hal Butuh Respon

Salah satu pelajaran paling mahal adalah: tidak semua hal layak ditanggapi.

Tidak semua komentar pantas direspons.

Tidak semua orang perlu kita jelaskan.

Tidak semua situasi harus kita hadapi dengan argumen.

Ada waktu ketika menjawab justru memperburuk keadaan.

Ada waktu ketika berbicara malah bikin kita kehilangan diri sendiri.

Di momen itulah diam terasa seperti jalan pulang.

Konon, ketenangan itu bukan ketika kita berhasil mengendalikan situasi, tapi ketika kita bisa mengendalikan reaksi diri sendiri.

Dan kadang reaksi terbaik adalah diam.

Diam Bukan Berarti Tidak Merasa

Orang sering salah paham, mengira diam itu dingin atau nggak peduli.

Padahal, diam justru sering jadi tanda kita sedang memegang banyak hal di dalam.

Ada perasaan yang lagi ditata.

Ada konflik yang sedang dilembutkan.

Ada luka yang sedang diobati pelan-pelan.

Diam itu bisa jadi tanda kita lagi belajar menerima apa yang tidak bisa kita ubah.

Diam bisa jadi cara kita berdamai dengan situasi yang terlalu berat buat dibicarakan.

Diam juga bisa jadi bentuk menghormati diri sendiri, karena kalau ngomong, takutnya kita meledak.

Ada pertempuran yang nggak terlihat. Ada dialog panjang di kepala.

Ada hati yang sedang bernegosiasi dengan kenyataan.

Dan seringnya, hal-hal itu terjadi tanpa suara.

Menahan Diri Itu Juga Suatu Keberanian

Kadang diam adalah keberanian yang gede banget.

Berani menahan diri supaya nggak membalas.

Berani menunda reaksi supaya nggak menyesal.

Berani menerima bahwa kita nggak selalu harus memenangkan argumen.

Orang yang diem belum tentu kalah.

Bisa jadi dia sedang memilih peperangan mana yang layak dilawan.

Bisa jadi dia tahu bahwa reaksi yang terburu-buru cuma akan menghancurkan dirinya lebih dulu daripada masalahnya.

Dan di titik tertentu, kita sadar bahwa menghargai kedamaian jauh lebih penting daripada terlihat benar.

Diam yang Menguatkan, Bukan Membungkam

Ada juga diam yang menyehatkan.

Diam yang membuat kita kembali melihat hidup dari jarak aman.

Diam yang memberikan waktu untuk mikir sebelum bertindak.

Diam yang ngasih hati kesempatan buat pulih.

Diam seperti itu bukan membungkam diri sendiri, tapi memberi ruang.

Ruang untuk merasakan, ruang untuk memahami, ruang untuk memilih arah baru.

Kadang dalam diam, kita akhirnya bisa dengar apa yang sebenarnya kita butuhkan.

Kita sadar hal-hal yang dulu bikin resah ternyata nggak segenting itu.

Kita menemukan tenang yang selama ini nggak sempat dicicipi karena terlalu ribut menjelaskan.

Menerima Bahwa Tidak Semua Orang Akan Mengerti

Butuh waktu buat paham bahwa tidak semua orang akan mengerti cara kita bertahan.

Ada yang menganggap diam itu lemah.

Ada yang bilang kita menghindar.

Ada pula yang berpikir kita acuh.

Tapi itu bukan urusan kita lagi.

Yang tahu apa yang sedang kita pegang, ya diri kita sendiri.

Yang tahu betapa capeknya hati, ya kita juga.

Dan kadang kita harus belajar merelakan bahwa pemahaman orang lain bukan hal yang bisa kita kendalikan.

Salah satu kebebasan paling besar adalah ketika kita berhenti memaksa orang mengerti versi lengkap dari diri kita.

Diam Sebagai Cara Bertahan yang Paling Lembut

Aku percaya, ada kekuatan tertentu di balik diam.

Kekuatan yang lembut tapi stabil.

Diam itu kayak pelukan ke diri sendiri: “Nggak apa-apa. Kamu lagi mencoba melewati hari.

Itu sudah cukup.”

Diam adalah bentuk bertahan yang pelan, tapi nyata.

Kita tetap ada.

Kita tetap berdiri.

Kita tetap melangkah walau nggak bersuara.

Nggak semua pertahanan harus keras.

Nggak semua perjuangan harus terlihat kuat.

Kadang bertahan itu cukup dengan tetap hidup, tetap bernafas, tetap menjalani hari meski suasana hati lagi rapuh.

Penutup: Diam yang Tidak Menghilangkan Kita

Ada waktu ketika diam adalah pilihan paling waras.

Dan itu tidak membuat kita kurang.

Itu hanya menunjukkan bahwa kita sedang memilih diri sendiri dulu.

Kita sedang melindungi yang tersisa.

Kita sedang menjaga bagian dalam diri yang belum siap diserbu dunia.

Diam bukan berarti kita hilang.

Diam cuma berarti kita sedang menyelamatkan diri sendiri, dengan cara paling sopan yang bisa kita pilih.

Kadang, diam adalah cara kita berkata: “Aku masih di sini. Aku masih mencoba. Tapi untuk sekarang… biarkan aku tenang dulu.”

Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.


Posting Komentar
Boleh banget tinggalin komentar di bawah. Kalau mau dapet kabar tiap ada yang bales, tinggal centang aja kotak “Beri Tahu Saya”. Simpel banget.