jWySnXSOiSNp62TYu6mfgWzHJ85FbojSrxRGMNPP
Bookmark

Nggak Semua Diam Itu Bijak: Kadang Kita Cuma Bingung

Refleksi santai tentang makna diam - kadang bukan tanda kebijaksanaan, tapi sekadar kebingungan yang belum menemukan arah.
Nggak Semua Diam Itu Bijak: Kadang Kita Cuma Bingung

Pernah gak, kamu diem lama banget, tapi bukan karena lagi merenung atau menahan emosi, melainkan karena... ya, bingung aja?

Kadang orang ngira diam itu tanda bijak, padahal bisa jadi tanda kita lagi gak tahu harus ngapain.

Dan itu gak salah.

Di dunia yang ribut banget - semua orang ngomong, berpendapat, ngeposting, dan saling menilai - diam sering dianggap keren.

Kayak tanda kita udah “dewasa” dan “ngerti hidup.”

Padahal, gak semua diam itu hasil olahan pikiran mendalam.

Kadang cuma hasil kebingungan yang belum sempat diterjemahkan.

Diam Itu Banyak Jenisnya

Gak semua diam punya makna yang sama.

Ada diam yang lahir dari ketenangan, ada diam yang lahir dari kelelahan.

Ada juga diam karena udah terlalu sering disalahpahami.

Tapi paling sering, diam muncul karena kita gak tahu harus ngomong apa dan takut kalau salah ngomong.

Diam bisa jadi bentuk perlindungan diri.

Tapi juga bisa jadi tanda kehilangan arah.

Gak apa-apa, karena dua-duanya bagian dari jadi manusia.

Gak semua orang siap ngomong pas lagi hancur, dan gak semua orang punya kata yang tepat buat tiap rasa.

Waktu Diam Bukan Berarti Kita Gak Punya Suara

Banyak orang ngerasa bersalah karena terlalu sering diam.

Seolah, kalau gak ngomong berarti kita gak punya pendapat.

Padahal, kadang diam justru bentuk lain dari mendengarkan - mendengar dunia, mendengar diri sendiri, atau sekadar menenangkan badai di kepala.

Masalahnya, di era media sosial, orang yang diam sering dianggap kalah cepat.

Kita keburu takut ketinggalan opini, padahal belum tentu paham konteks.

Mungkin sesekali, gak ikut ngomong adalah bentuk kebijaksanaan.

Tapi ya, gak selalu juga.

Kadang, kita diam karena bingung, dan itu gak perlu ditutupi dengan alasan filosofis.

Ketika Bingung Jadi Ruang Berhenti

Bingung itu bukan dosa.

Kadang, justru di momen bingung kita bisa mulai jujur.

Karena waktu kepala kita penuh, hati mulai ambil alih.

Dan dari situ, hal-hal kecil mulai terdengar lagi - napas sendiri, suara hujan, detak jam di dinding.

Diam dalam kebingungan bisa jadi ruang buat ngeliat ulang.

Apa bener yang kita kejar selama ini masih relevan?

Apa kita cuma ngikutin arus karena takut dianggap gagal?

Kebingungan itu bukan tanda lemah.

Itu sinyal bahwa kita lagi butuh rekalibrasi.

Bedain Diam yang Bijak dan Diam yang Bingung

Bedanya halus, tapi bisa dirasain.

Diam yang bijak itu tenang, gak nyari pembenaran, gak terburu-buru.

Sementara diam karena bingung itu biasanya gelisah, berat, dan penuh tanda tanya.

Kalau kamu diam tapi hatimu tenang, mungkin itu bentuk bijak.

Tapi kalau kamu diam dan malah makin ruwet, mungkin memang lagi butuh ngobrol, bukan bertapa.

Kadang, kita cuma butuh didengerin - bukan disuruh sabar terus.

Belajar Nyari Makna di Tengah Bingung

Kebingungan itu seperti ruang tunggu antara dua fase hidup.

Di sana, kita belajar sabar, belajar percaya, dan belajar gak buru-buru nyimpulin segalanya.

Karena kalau dipaksain, hasilnya malah setengah matang.

Kalau kamu lagi di fase itu - banyak diam, bingung, gak tahu arah - anggap aja kamu lagi di ruang netral.

Bukan gagal, bukan berhenti, cuma lagi nyari sinyal baru.

Jangan buru-buru keluar sebelum nemuin versi dirimu yang lebih jernih.

Diam Juga Bisa Jadi Bahasa

Ada hal-hal yang gak perlu dijelaskan.

Kadang orang cukup ngerti lewat cara kita diam.

Diam juga bisa jadi bentuk komunikasi, apalagi kalau kata-kata udah terlalu sempit buat nampung rasa.

Tapi ya itu tadi, kalau diamnya karena bingung, gak apa-apa juga.

Jangan paksa diri keliatan tenang padahal di dalamnya chaos.

Diam boleh, asal bukan karena takut denger suara diri sendiri.

Bingung Itu Tahap, Bukan Takdir

Gak ada orang yang bisa paham semua hal sekaligus.

Bahkan yang paling terlihat “bijak” pun pernah ngerasa gak tahu arah.

Bedanya, mereka udah berdamai dengan bingung.

Gak ngelawan, tapi juga gak tenggelam.

Mungkin kita cuma perlu berhenti ngelabelin diri.

Kadang diem itu bijak, kadang diem itu bingung.

Dua-duanya valid, dua-duanya manusiawi.

Selama kita gak berhenti belajar dari kebingungan itu, kita tetap tumbuh, meskipun pelan.

Jadi, Haruskah Kita Selalu Diam?

Enggak juga.

Kadang, kebingungan cuma bisa disembuhkan lewat percakapan.

Ngomong gak harus selalu benar; kadang ngomong aja udah cukup buat lega.

Gak semua hal harus disimpan, dan gak semua rasa harus dibiarkan tanpa suara.

Jadi kalau kamu ngerasa bingung hari ini, boleh kok ngomong.

Boleh juga diam. Asal sadar kenapa kamu pilih itu.

Kesadaran itulah yang bikin beda antara kebijaksanaan dan kebingungan.

Akhir Kata

Nggak semua diam itu bijak, sebagian memang cuma bingung.

Tapi dari kebingungan itu, sering muncul hal-hal kecil yang tumbuh jadi pemahaman baru.

Mungkin, dari diam yang bingung hari ini, kamu lagi belajar memahami dirimu sendiri dengan cara yang lebih lembut.


Kadang saya juga nulis refleksi ringan soal kebingungan, keheningan, dan hal-hal kecil yang sering kita rasain tapi jarang dibahas. Kalau mau baca versi pendeknya atau sekadar mampir ngobrol, bisa ke @muhammadnurislam.str.

Karena nggak semua diam itu bijak,
kadang diam cuma cara hati bilang, “Aku lagi bingung, tapi masih di sini.”

Listen
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.


Post a Comment