Kadang Orang Cuma Butuh Ditemenin, Bukan Dinasehatin
Pernah nggak kamu curhat panjang lebar, cerita dari A sampai Z, hati lagi kusut, kepala penuh, eh ujung-ujungnya cuma dapat kalimat, “Udah, kamu mah harusnya gini…” “Atuh, kenapa sih nggak dari dulu…” “Atu tuh gampang sebenernya, tinggal…”
Dan di situ, rasanya pengin bilang, “Aku tuh nggak minta solusi. Aku cuma pengin ditemenin.”
Kalau kamu pernah ada di posisi itu, berarti kamu paham betul rasanya. Dan kalau kamu pernah jadi orang yang refleks ngasih nasihat, tenang, kamu juga manusia. Kita semua pernah ada di dua sisi itu.
Tulisan ini lahir dari satu kesadaran sederhana: kadang orang cuma butuh ditemenin, bukan dinasehatin.
Refleks Menasehati Itu Kebiasaan yang Dipelajari
Sejak kecil, banyak dari kita tumbuh di lingkungan yang menganggap nasihat sebagai bentuk kepedulian paling valid.
Ada masalah? Dikasih wejangan. Ada cerita sedih? Dikasih solusi. Ada air mata? Dikasih ceramah tipis-tipis.
Niatnya baik, tentu saja. Siapa sih yang mau lihat orang terdekatnya susah? Masalahnya, niat baik nggak selalu terasa baik di telinga orang yang lagi rapuh.
Kadang, saat seseorang curhat, yang dia butuhkan bukan jawaban, tapi pengakuan bahwa perasaannya valid.
Bahwa dia nggak sendirian.
Didengar Itu Rasanya Menenangkan
Ada satu pengalaman yang selalu saya ingat. Seorang teman datang, wajahnya capek, matanya sembab. Dia cerita panjang, tanpa jeda.
Saya nggak bilang apa-apa. Nggak kasih solusi. Nggak memotong ceritanya.
Saya cuma duduk, dengar, dan sesekali bilang, “Oh ya?” “Terus?” “Pasti berat, ya.”
Setelah itu, dia menarik napas panjang dan bilang, “Makasih ya. Entah kenapa rasanya lebih lega.”
Di situ saya sadar, kehadiran itu punya kekuatan yang sering kita remehkan.
Masalahnya Bukan Kita Punya Solusi atau Tidak
Sering kali kita takut terlihat “nggak berguna” kalau nggak kasih saran. Seolah-olah nilai kita sebagai teman diukur dari seberapa cerdas solusi yang kita tawarkan.
Padahal, dalam banyak kondisi, solusi bukan hal yang paling dibutuhkan saat itu.
Orang yang curhat biasanya sudah tahu apa yang “seharusnya” dia lakukan. Yang belum dia punya adalah kekuatan emosional untuk sampai ke sana.
Dan kekuatan itu sering lahir dari rasa ditemani.
Ditemenin Itu Bukan Berarti Diam Seribu Bahasa
Perlu diluruskan juga, menemani bukan berarti kita jadi patung. Menemani itu tentang hadir dengan empati.
Kita bisa:
- Mendengarkan tanpa memotong
- Mengulang apa yang dia rasakan
- Mengakui bahwa situasinya memang nggak mudah
- Menawarkan dukungan, bukan solusi
Kalimat sederhana seperti, “Aku nggak tahu harus bilang apa, tapi aku di sini,” sering kali jauh lebih menenangkan daripada nasihat panjang lebar.
Kapan Nasihat Itu Dibutuhkan?
Bukan berarti nasihat itu selalu salah. Ada waktunya nasihat dibutuhkan, bahkan sangat membantu.
Biasanya, nasihat akan lebih diterima ketika:
- Orangnya sudah lebih tenang
- Dia sendiri yang meminta pendapat
- Hubungan kalian cukup aman dan setara
Kuncinya ada di satu hal: izin.
Sebelum memberi saran, coba tanya, “Kamu mau didengerin aja, atau mau minta pendapat?”
Pertanyaan sederhana, tapi dampaknya besar.
Kenapa Kita Sulit Menahan Diri untuk Nggak Menasehati?
Jujur aja, kadang kita menasehati bukan demi orang lain, tapi demi rasa nyaman kita sendiri.
Kita nggak tahan melihat orang yang kita sayang kesakitan. Kita pengin cepat-cepat “memperbaiki” situasi.
Padahal, tidak semua hal bisa atau perlu diperbaiki saat itu juga. Ada proses yang harus dilalui, ada luka yang perlu diakui dulu.
Menahan diri untuk tidak menasehati adalah latihan empati yang nggak gampang, tapi sangat berharga.
Saat Kamu Sendiri yang Lagi Butuh Ditemenin
Kalau kamu yang lagi di posisi butuh ditemani, nggak ada salahnya juga untuk jujur.
Kamu bisa bilang, “Aku lagi pengin cerita aja, belum pengin solusi.”
Itu bukan tanda lemah. Itu tanda kamu mengenali kebutuhan emosionalmu sendiri.
Dan orang yang benar-benar peduli, akan menghargai batas itu.
Belajar Hadir Tanpa Menggurui
Hadir tanpa menggurui itu seni. Dan seperti seni lain, dia perlu dilatih.
Mulai dari hal kecil:
- Dengarkan sampai selesai
- Tahan keinginan untuk menyela
- Fokus memahami, bukan memperbaiki
- Ingat bahwa ini tentang dia, bukan ego kita
Semakin sering kita melatihnya, semakin peka kita membaca kebutuhan orang lain.
Penutup: Hadirmu Bisa Jadi Obat
Di dunia yang serba cepat dan penuh opini, kehadiran yang tenang itu langka.
Kalau kamu bisa jadi orang yang mau duduk, mendengar, dan menemani tanpa menghakimi, percayalah, itu sudah luar biasa.
Jadi lain kali, saat seseorang datang dengan cerita berat, ingat satu hal ini:
Kadang orang cuma butuh ditemenin, bukan dinasehatin.
Kalau kamu mau, coba refleksi sebentar. Dalam hidupmu sekarang, siapa yang butuh kamu temani? Atau jangan-jangan, kamu sendiri yang lagi butuh ditemani?
Tulis ceritamu di kolom komentar. Siapa tahu, kehadiran kecilmu di sini bisa jadi teman untuk orang lain juga.
