jWySnXSOiSNp62TYu6mfgWzHJ85FbojSrxRGMNPP
Bookmark

144 Diagnosis BPJS di FKTP: Manfaat, Tantangan, dan Solusi

BPJS menetapkan 144 diagnosis ditangani di puskesmas/klinik. Pelajari manfaat, tantangan, dan solusi agar layanan FKTP lebih siap dan terpercaya. Yuk!

Saya sering ketemu pasien yang bingung ketika diberitahu bahwa beberapa penyakit harus ditangani dulu di puskesmas/klinik (FKTP) bukan langsung ke rumah sakit.

Itu berkaitan sama kebijakan BPJS Kesehatan yang menetapkan ada 144 diagnosis yang memang ditangani di level primer.

Intinya aturan ini dibuat supaya layanan kesehatan lebih cepat, lebih merata, dan rumah sakit nggak dipenuhi kasus ringan.

Tapi di lapangan pasti ada pro dan kontra makanya saya tulis ini biar jelas, santai, dan gampang dimengerti.

Apa Itu 144 Diagnosis di FKTP?

Secara singkat: BPJS menetapkan daftar diagnosis (berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia) yang dianggap masih dalam ranah penanganan dokter umum di FKTP.

Jadi pasien dengan diagnosis tersebut akan diproses dan diberi pengobatan di puskesmas atau klinik mitra BPJS sebelum (kalau perlu) dirujuk ke rumah sakit.

144 penyakit yang tidak dapat dirujuk ke rumah sakit
Gambaran singkat: 144 diagnosis yang dikategorikan untuk penanganan di FKTP (sumber: kebijakan BPJS Kesehatan).

Gambar ini membantu pembaca cepat paham bahwa ada aturan khusus, tapi untuk info praktis kita bahas manfaat dan tantangannya juga di bawah.

Manfaat Aturan Ini

  • Akses lebih cepat: pasien yang punya masalah ringan nggak perlu menunggu lama di rumah sakit.
  • Efisiensi biaya: perawatan di FKTP umumnya lebih hemat, baik untuk pasien maupun BPJS.
  • Jangkauan layanan: puskesmas itu dekat dengan masyarakat, khususnya di area terpencil.

Tantangan yang Sering Muncul

  • Ketersediaan fasilitas: beberapa FKTP belum punya peralatan atau obat tertentu.
  • Kepercayaan pasien: masih banyak yang merasa “aman” kalau ke rumah sakit.
  • Prosedur rujukan: kalau ternyata perlu rujuk, administrasi kadang memakan waktu.

Dari Sudut Pandang Tenaga Kesehatan

Sebagai petugas rekam medis yang sering berinteraksi dengan dokter dan pasien, saya lihat tenaga kesehatan kadang merasa tertekan ketika harus menolak rujukan padahal pasien berharap cepat dirawat di RS.

Di sisi lain, dokter di FKTP juga butuh dukungan pelatihan dan alat agar penanganan tetap aman dan tepat.

Solusi Praktis agar Kebijakan Ini Berjalan Lancar

  • Pelatihan berkelanjutan untuk dokter/petugas FKTP.
  • Penyediaan alat dasar dan obat yang memadai di puskesmas/klinik.
  • Edukasi masyarakat agar tahu fungsi FKTP sebagai gerbang pelayanan.
  • Prosedur rujukan cepat untuk kasus yang memburuk.

Kalau semua pihak pemerintah, Dinas Kesehatan, penyedia layanan, dan masyarakat bisa kerja sama, aturan ini berpotensi jadi langkah positif untuk meningkatkan pemerataan layanan.

FAQ: 144 Diagnosis BPJS di FKTP

Apa saja 144 diagnosis BPJS di FKTP?

Daftar lengkapnya ada di pedoman resmi BPJS, tapi intinya: diagnosis yang dianggap masih dalam kompetensi dokter umum untuk penanganan di puskesmas/klinik - misal ISPA ringan, hipertensi tanpa komplikasi, maag, dermatitis, konjungtivitis, dan lain-lain.

Kenapa BPJS membuat aturan 144 diagnosis?

Tujuannya untuk mempercepat layanan, mengurangi beban rumah sakit dari kasus-kasus ringan, serta mengoptimalkan penggunaan dana layanan kesehatan.

Bisa minta rujukan ke rumah sakit jika masuk daftar 144 diagnosis?

Secara umum tidak, kecuali kondisi nyata memburuk dan dokter FKTP menilai perlu rujukan untuk perawatan lebih lanjut atau pemeriksaan spesialis.

Bagaimana kalau fasilitas FKTP kurang memadai?

Jika FKTP benar-benar tidak mampu memberikan layanan yang aman, dokter bisa merujuk. Namun idealnya keluhan tersebut dilaporkan ke BPJS/Dinas Kesehatan supaya ada perbaikan fasilitas.

Apakah aturan ini merugikan pasien?

Seharusnya tidak - kalau diimplementasikan dengan baik. Problem muncul ketika FKTP belum siap; karena itu perlu peningkatan fasilitas, pelatihan, dan komunikasi yang jelas kepada masyarakat.

Dengarkan
Pilih Suara
1x
* Mengubah pengaturan akan membuat artikel dibacakan ulang dari awal.

Posting Komentar